SEKOLAH atau BISNIS ?????!!!

Standar

Kalau dulu seingat saya, sempat diterapkan bagi mereka yang mau sekolah, maka pemerintah akan “membayar” kepada mereka yang mau sekolah. Setelah itu terjadi transformasi yang luar biasa. Misal saja di lingkup Pendidikan tinggi, mulai biaya 120 ribu persemester, 200 ribu, 300 ribu, 500 ribu, 1 juta, dan terus angka bergerak semakin tinggi, semakin melambung dan semakin tak terjangkau.

Masuk TK di salah satu sekolah swasta bernama “agama” di jakarta saja sekarang mesti bayar 12 juta. Di Surabaya, mau masuk SD sudah mesti bayar ada yang 6 juta, ada juga yang 8 juta. Lalu, bagaimana dengan perguruan tinggi ?

Di Strata 1 saja untuk masuk “Sumbangan Uang Gedung” 10 juta kemungkinan diterima akan kecil. Sudah bergerak ke angka 15 juta. Malah dibeberapa jurusan seperti kedokteran sampai tembus di atas 100 juta…Tanya Ken Apa ?

Yang dulu katanya di Subsidi pemerintah..dan sejak di tahun-tahun terakhir ini mulai katanya subsidi dicabut dari siswa, maka jadilah sekolah adalah kerajaan-kerajaan kecil yang mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Dengan dalih otonomi, maka mulailah sudah pendidikan di Indonesia menjadi begitu mahal dan sangat mahal….(saya tidak sedang berbicara tentang kualitasnya).

Tidak salah jika kemudian dari faham anarkis mengeluarkan buku dengan judul “ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH” !!! Sekolah memang merupakan Perusahaan Bisnis yang sangat berpeluang tinggi..Prospek able katanya… Maka mulailah menjamur sekolah-sekolah mulai TK/Playgroup, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi yang kita tidak sedang bicara soal kualitas pendidikan dan NIAT AWAL didirikannya sekolah tersebut…hanya saja secara hitungan Bisnis begitu menggiurkan membikin lidah terjulur dan air liur menetes..

Sampai-sampai orang rela membayar lebih mahal meski tanpa kuliah yang jelas dan ilmu yang jelas yang penting bisa segera mendapatkan gelar dan gelar. .yang MBA lah yang MA lah..yang Doktor lah..yang apa saja….

Mulailah niat luhur dunia pendidikan kemasukan virus bisnis dimana-mana. Bayar 1 juta langsung wisuda..boleh milih sertifikat kelulusan dari Australia atau Amerika..weleh..weleh…enak tenan..he..he..

Bayar 4 juta, kuliah secukupnya (syarat aja..) dan segera kantongi ijazah yang keren…

weleh–weleh..lagi lagi para pendidik mengelus dada dan hatinya menangis darah…

Kadang sekarang mau masuk sekolah mesti berhitung..

Lebih menguntungkan mana, uangnya dipakai untuk biaya sekolah? ataukah dipakai untuk modal usaha saja?

Kalau dipakai sekolah, berapa tahun nanti BEP nya ?

Berapa tahun nanti bisa Break Event Pointnya ? kapan balik modalnya?

Wajah belepotan dunia pendidikan di Indonesia, yang masih mencari jatidirinya semakin terkoyak dan tercerai beraikan…

Mau dibawa kemana pendidikan kita ?

Saya masih ingat ketika beberapa tahun yang lalu..lebih dari 15 tahun yang lalu, Malaysia masih getol mengirimkan rakyatnya untuk belajar dari Indonesia..sebuah kebanggaan apabila bisa bersekolah di Indonesia..

Tetapi sejak itu kemudian..begitu jauh kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan Malaysia.

.

What’s Wrong with You Indonesia ??!!

Mau masuk sekolah bayar uang ujian,

bayar uang bimbingan belajar,

kadang bayar uang Joki juga..he..he..

bayar Uang Gedung,

bayar Uang Bangunan,

bayar Uang Sumbangan,

bayar SPP,

bayar Uang semesteran,

kadang bayar Uang per sks, per kuliah,

bayar Uang Praktikum,

bayar Uang buat Kuliah kerja Nyata,

bayar Uang pinjem Toga,

bayar Uang Wisuda,

belum lagi..

bayar uang beli alat tulis,

bayar Uang beli buku pelajaran,

bayar Uang fotokopi,

kadang bayar uang amplop Siluman bikin nilai bagus,

apa lagi ya…?

bayar…bayar…bayar….!!!

 

Kepala sekolah ditembak oleh bisnismen buku pelajaran,

“Pak, pakai buku ini sebagai literatur resmi, dan 10% komisi jadi hak bapak yang terhormat dan termulia…” mmm…

Murid tiap tahun memiliki buku wajib yang berbeda,

dari penerbit yang berbeda..

dari pengusaha yang berani memberikan persentase komisi lebih besar untuk “sekolahnya”…

Referensi tak lagi tetap, tak lagi hemat..

Ganti kepala sekolah ganti buku wajib,

Ganti tahun, ganti pula buku wajib,

Ganti mentri ganti sistem pendidikan,

ganti metode percontohan,

dan ganti ..dan ganti..

dan kembali uang dan uang..

dan bayar…dan bayar….!!!

 

Peribahasa yang mulia ditanamkan,

“ilmu itu memang mahal nak…ilmu itu memang mahal..”

“wajar…wajar..wajar…”

Dan menjadi wajar ketika mereka yang lulus sekolah “menjadi orang”, maka dengan segala cara akan ditempuh untuk balik modal..

Yang korupsi..

yang kolusi…

yang mencuri…

yang …yang..yang..apa saja asal bisa BEP secepatnya…

Semangat pendidikan sudah bergeser menjadi semangat menempuh balik modal secepatnya…

Semangat pendidikan sudah bermutasi menjadi semangat bisnis yang tidak boleh rugi mesti untung selalu…

Semangat luhur pendidikan sudah beralih menjadi lahan bisnis yang sangat menguntungkan..

Dan sayup-sayup terdengar suara Sosro Kartono -sang Alif-kakak dari Raden Ajeng Kartini,

“Ing Ngarso Sung Tulodo….

(Di depan memberikan teladan-terj)

Ing Madyo Mangun Karso..

(Di tengah memberikan semangat-terj)

dan lamat-lamat terdengar suara Ki Hajar Dewantoro,

“Tut Wuri Handayani…”

(Di Belakang selalu memberikan bimbingan dan arahan-terj)

Dan di jantung hati…pembukaan UUD 45 bersuara hampir menghilang..

“….turut serta mencerdaskan bangsa…..”


Komentar ditutup.