Upeti ala Dunia Sekolah

Standar

Mahasiswa tawuran, Pelajar pun ikutan tawuran. Negeri ini seakan hanya penuh dengan yang tawuran dan persengkongkolan. Siapakah yang bertangungjawab atas maraknya kembali tawuran pelajar? Kesalahan guru dalam dunia pendidikan ?? Kesalahan sistem dunia sekolah kita ?? Ataukah memang sudah bobroknya sistem pendidikan di negeri ini ?? yang sudah tidak bisa lagi membedakan antara hitam dan putih.

Pendidikan di negeri ini semakin hari tidak saja semakin mahal tapi semakin tidak terjangkau masyarakat dalam memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas seperti yang telah diamanat oleh konstitusi kita UUD 1945 pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Konstitusi telah mengatur bahwa setipa warganya berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah lewat berbagi program memang telah berusaha memenuhi amanah konstitusi tapi pada kenyataannya justru bertolak belakang.

Tumbuhnya sekolah-sekolah baru layaknya jamur dimusim hujan, menjadi gambaran nyata yang terjadi disekitar kita mulai organisasi guru, organisasi antar kepala sekolah sampai dengan guru aktif atau pun yang menjelang pensiun ramai-ramai mendirikan sekolah-sekolahan. Sayangnya diantara mereka ternyata tidak sedikit memanfaatkan anggaran pendidikan untuk hanya untuk mendirikan sekolah-sekolahan yang motifnya tidak lebih bagaimana dapat mengambil keuntungan dari berbagai bantuan negara bukan untuk mencerdaskan anak bangsa tetapi untuk menjadi gayus baru. Jika gayus menikmati upeti dari berbagai perusahaan maka mereka secara tidak tahu malu menikmati anggaran negara yang seharusnya untuk memajukan anak -anak bangsa. Sebagai contoh kecil, A adalah ketua organisasi kepala sekolah swasta dikota X sebagai bagian dari tugasnya A mengusahakan agar sekolah swasta mendapatkan bantuan, dimulailah perusakan terhadap dunia sekolah. A yang berperan sebagai ketua organisasi kepala sekolah swasta harus membuat “deal-deal” khusus dengan dinas pendidikan kota/provinsi tentunya disertai berbagai macam upeti dan ketika dana bantuan tersebut disetujui dinas pendidikan kota/provinsi A mendapatkan pula upeti dari hasil kerjanya yang tentunya masuk kas pribadi.

Sekolah yang seharusnya dibangun dengan tujuan mencetak dan mencerdaskan anak bangsa berubah menjadi alat untuk mengeruk dana bantuan anggaran pendidikan. Akibat yang ditimbulkan bagi dunia sekolah, sekolah tidak lagi memikirkan sebuah kualitas anak bangsa karena toh ujung-ujungnya di negeri ini sekolah adalah untuk bekerja bukan bagaimana mendapat sebuah ilmu.

Jika ini yang terjadi pada dunia pendidikan khususnya dunia sekolah maka kiranya tidaklah heran banyak sekolah yang tidak layak lagi sebagai tempat belajar, pemerintah mungkin memang telah berusaha memenuhi tanggungjawab dari amanah konstitusi dan amanah konstitusi pada prakteknya banyak dijalani oleh para pelaku pendidikan yang tidak bertanggungjawab yang hanya untuk menjadi gayus – garus baru.

Satu tanggapan